Pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati membawa Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 ke Rapat Paripurna untuk disahkan pada 19 September 2024.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan penerimaan negara dalam APBN itu belum memasukan hitungan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
“Belum (memasukan PPN 12%),” kata Said ditemui setelah rapat keputusan pembahasan tingkat I RUU APBN 2025, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, (17/9/2024).
Adapun, dalam RUU APBN 2025 yang akan dibawa ke rapat paripurna, pemerintah dan DPR menyepakati target penerimaan sebesar Rp 2.490,91 triliun dari sektor perpajakan. Dari jumlah itu, setoran PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 945,12 triliun.
Said mengatakan target penerimaan itu masih menggunakan hitung-hitungan PPN sebesar 11%. Dia mengatakan PPN 12% tak dimasukan dalam perhitungan APBN 2025 karena DPR menolaknya.
“Rp 2.490 triliun penerimaan itu tidak termasuk PPN 12%, kami tidak menghendaki itu naik,” kata dia.
Said mengatakan keputusan untuk menaikan PPN menjadi 12% akan diambil pemerintah baru, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Menurut dia, penerapan tarif baru PPN itu harus melalui persetujuan Komisi XI DPR RI.
“Ketentuannya baru di tahun 2025, pemerintah harus meminta persetujuan bersama Komisi XI,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjawab diplomatis ketika ditanya tentang kepastian kenaikan tarif PPN. Dia menyebut harus menunggu pembahasan bersama Presiden Terpilih.
“Kita tunggu saja,” kata dia.
Meski demikian, Febrio mengatakan pemerintah merasa perlu melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dia mengatakan upaya itu harus ditempuh untuk menaikan rasio perpajakan Indonesia.
“Kami melihat perekonomian sudah mulai menunjukan ruang untuk bisa tumbuh, walaupun ekonomi global masih sangat menantang,” kata dia.
Sumber : CNBC Indonesia