Pemerintah belum memberikan keputusan resmi untuk memperpanjang pemberian insentif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% untuk UMKM pada tahun depan. Meskipun, yang memanfaatkan insentif itu banyak.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan pemberian insentif itu sebetulnya hanya salah satu bentuk keberpihakan pemerintah untuk terus mendorong bisnis UMKM.
Dia mengatakan, dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP juga telah ditegaskan bahwa bagi UMKM yang memiliki penghasilan atau omzet Rp 5000 juta tidak dikenakan pajak oleh pemerintah.
“Jadi memang keberpihakan dari APBN itu sangat kuat terhadap UMKM,” ucap Febrio di kawasan DPR, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Febrio juga menekankan, untuk belanja perpajakan sendiri telah terkucur Rp 60 triliun sampai dengan Rp 70 triliun, dalam bentuk berbagai insentif pajak yang dinikmati oleh UMKM per tahunnya.
“Kalau kita lihat di belanja perpanjangan kita juga lebih dari Rp 60-70 triliun itu rata-rata satu tahun manfaatnya langsung dinikmati oleh UMKM,” ujarnya.
Adapun untuk ketentuan perpanjangan insentif PPh Final 0,5% bagi UMKM menurutnya akan diputuskan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Maka, ia meminta seluruh pihak bersabar menunggu hasil evaluasi yang tengah dilakukan saat ini.
“Ya nanti kita lihat arahan Bu Menteri ya, memang itu pasti akan selalu kita evaluasi sama seperti insentif-insentif yang lain pasti selalu akan kita evaluasi,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan pihaknya akan mengevaluasi insentif Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% untuk UMKM. Adapun, insentif PPh final 0,5% bagi UMKM ini akan selesai pada tahun ini.
“Jadi insentif pajak tetap tapi fasilitas untuk gunakan PPh final ini akan kita evaluasi apakah masih dibutuhkan atau kita melihat UMKM punya kapasitas untuk diperlakukan secara lebih adil,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat dengan DPD RI, dikutip Selasa (3/9/2024).
Dia mengungkapkan UMKM jika mendapatkan omzet Rp 4,8 miliar atau bahkan Rp 500 juta pertama per tahun, mereka tidak dikenakan pajak. Dia mengaku sering ditanya, apakah jika tukang bakso atau sate dengan omzet tidak sampai Rp 500 juta per tahun, tidak membayar pajak.
“Kalau omzet di atas setengah miliar itupun setengah persen dari total omzet tapi kan omzet itu tidak menggambarkan kesehatan UMKM karena yang harus dipajaki net profitnya,” ujar Sri Mulyani.
Dia pun memahami bahwa UMKM tidak memiliki pembukuan yang cukup baik, sehingga perhitungan lebih mudah menggunakan omzet.
“Bisa saja omzet Rp 600 miliar, tapi costnya gede sehingga dia mendekati impas atau rugi. Itu kan kalau tetap bayar pajak enggak adil,” katanya.
Oleh karena itu, pemerintah mendorong UMKM tetap bayar pajak, tetapi lebih kecil. Namun, jika pembukaan mereka rugi, tidak perlu membayar pajak meskipun omzet di atas Rp 500 juta.
Sumber : CNBC Indonesia