Sejumlah ekonom menilai rencana presiden terpilih Prabowo Subianto menambah utang hingga 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB) berbahaya buat ekonomi. Ketika hutang menumpuk, masyarakat miskin yang akan selalu menjadi korban duluan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan rasio utang yang saat ini sudah mencapai 36% dari PDB saja sudah membuat sulit. Hal itu disebabkan karena banyaknya anggaran negara yang harus dipakai untuk membayar bunga utang. Dia mengatakan tak bisa membayangkan apabila rasio utang bertambah menjadi 50%.
“Tanpa diimbangi kenaikan penerimaan negara, saya pikir rasio utang terhadap PDB makin sulit,” kata dia dikutip Jumat, (12/7/2024).
Esther menyebut ketika pengelolaan utang dilakukan secara buruk, maka pemerintah akan mencari sumber pendapatan yang mudah didapatkan dan memangkas pengeluaran. Dia menduga pemerintah akan menaikan pajak dan mengurangi subsidi.
“Tentu saja ini akan berdampak pada naiknya harga barang sehingga daya beli masyarakat akan tergerus,” kata dia.
Sebelumnya, rencana Prabowo mengerek rasio utang mencapai 50% dari Produk Domestik Bruto diungkap oleh Hashim Djojohadikusumo. Hashim adalah adik Prabowo yang juga penasihat paling dekat presiden terpilih itu.
Hashim mengatakan peningkatan rasio utang itu akan digunakan untuk membiayai berbagai program belanja, termasuk makan bergizi gratis. Dia bilang peningkatan utang ini tentu harus dibarengi dengan peningkatan di sisi penerimaan.
Sementara itu, Ketua Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan hal berbeda. Dia memastikan komitmen pemerintahan presiden terpilih terhadap batasan defisit APBN 2025 sebesar 3% dari PDB. “Pemerintah tetap teguh pada komitmennya terhadap pengelolaan fiskal yang berkelanjutan dan hati-hati,” kata Dasco.
Ekonom senior Faisal Basri menilai rencana Prabowo menaikan rasio utang ini akan langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Dia mengatakan ketika utang ditambah, maka otomatis pemerintah akan mencari jalan untuk menaikkan penerimaan.
Menurut dia, cara paling mudah yang bisa dilakukan pemerintah untuk menaikkan pendapatan paling cepat adalah mengenjot pajak orang kecil, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut dia, sinyal kenaikan pajak wong cilik itu sebenarnya sudah terlihat dari rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 2025.
“Jadi makin kita lihat corporate income tax diturunkan, tax holiday dikasih, insentif dikasih terus buat yang berpunya. Sementara pajak untuk rakyatnya dinaikan,” kata dia.
Faisal menilai dampak buruk bertambahnya utang pemerintah secara signifikan mungkin belum dirasakan dalam waktu dekat. Namun, kata dia, generasi mendatanglah yang akan menanggung seluruh utang tersebut.
“Arogan sekali generasi sekarang yang mau mewujudkan keinginan mereka, tapi yang membayar generasi mendatang,” ujarnya.
Sumber : CNBC Indonesia