.mapouter{position:relative;text-align:right;height:500px;width:600px;}embedgooglemap.net.gmap_canvas {overflow:hidden;background:none!important;height:500px;width:600px;}
Home / News / Panas! Sri Mulyani-DPR Debat Soal Target Pajak Prabowo di 2025

Panas! Sri Mulyani-DPR Debat Soal Target Pajak Prabowo di 2025

Menteri Keuangan Sri Mulyani bersikeras menghapus angka kebutuhan analisis kebijakan dan roadmap target rasio perpajakan atau tax ratio sebesar 23% saat membahas kesimpulan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (11/6/2024).

Sebagaimana diketahui, target tax ratio sebesar 23% dari produk domestik bruto atau PDB itu merupakan bagian dari program visi dan misi Presiden Terpilih Prabowo Subianto selama masa pemerintahannya pada lima tahun mendatang.

Oleh sebab itu, Komisi XI DPR meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk membuat kajian dan roadmap terkait target tersebut pada 2025, karena selama ini tax ratio Indonesia masih berkutat di kisaran 10%.

“DJP menyampaikan analisa kebijakan dan roadmap target tax ratio yang lebih tinggi yaitu: 12% sampai 23% PDB. Disampaikan saat pembahasan Nota Keuangan Tahun 2025,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit saat membacakan usulan kesimpulan rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Ini berkembang dari diskusi kita ingin dapat analisa sebetulnya bagaimana mau capai tax ratio 12%, syarat dan ketentuannya apa, bahkan sampai 23%,” tegas Dolfie.

Merespons hal itu, Sri Mulyani mengaku khawatir bila angka 23% itu tetap masuk ke dalam kesimpulan menjadi sinyal negatif di tengah-tengah masyarakat dan pelaku usaha maupun pelaku pasar keuangan bahwa pemerintah betul-betul akan merealisasikan hal itu nantinya dalam Nota Keuangan Tahun 2025 yang dibacakan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2024 mendatang.

“Karena kami fokus dari reform di DJP seperti yang disampaikan pada pendalaman yaitu menekankan pada berbagai upaya integrasi teknologi hingga penguatan sistem pajak yaitu implementasi UU HPP dan meningkatkan tax ratio. Namun kita tidak secara spesifik, apalagi menyebut 23%. Jadi kami mohon di drop saja itu karena takut signaling salah,” ucap Sri Mulyani.

Meski begitu, Sri Mulyani memastikan, Kementerian Keuangan, termasuk DJP bahkan sampai Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) sepakat saja bila dimintakan analisis dan kajiannya untuk melihat potensi peningkatan tax ratio sebesar itu, ia hanya menolak bila angka spesifiknya tertulis dalam kesimpulan rapat.

“Bisa saja kami sampaikan analisa-analisa atau berbagai pemikiran kritis kenapa tax base kita begini dan efektifitas dari collection-nya bagaimana, namun saya minta dikaitkan dengan Nota Keuangan 2025 karena nanti menimbulkan ekspektasi market,” tutur Sri Mulyani.

“Karena ini topik yang extremely sensitive diperhatikan berbagai pihak, jadi kami bukan menghindar tapi kalau analisa kita bisa buat,” tegasnya.

Setelah mendengar Sri Mulyani, akhirnya Komisi XI DPR sepakat membuang angka-angka terkait tax ratio 2025 itu dalam kesimpulan rapat. Kesimpulan rapat terkait itu yang akhirnya disepakati berbunyi: DJP menyampaikan analisa kebijakan dan roadmap target tax ratio yang lebih tinggi.

“Tapi jangan sampai enggak ada juga Bu angka-angkanya ke kita,” ungkap Dolfie.

“Kami akan keluarkan berdasarkan apa yang disampaikan analisa yang ada, kami akan perdalam lagi Pak Dolfie karena saya lihat juga slide-nya di DJP jadi saya akan perdalam lagi karena tadi kan spiritnya dari teman-teman Komisi XI untuk mendapatkan gambaran sebetulnya potential tax-nya seperti apa,” jawab Sri Mulyani.

Sumber : CNBC Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top