Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dolfie O.F.P mempertanyakan efektivitas pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).
Politikus PDI Perjuangan ini mempertanyakan, apakah target pertumbuhan tax ratio itu akan dicapai melalui pembentukan badan tersebut.
Namun, dalam jawaban pemerintah atas pandangan fraksi terkait Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), pemerintah justru menyatakan BPN belum diperlukan.
“Apakah ditempuh lewat BPN, kalau kita baca tanggapan pemerintah sikap pemerintah saat ini terkait BPN intinya belum diperlukan,” ujarnya.
Dalam kampanyenya, Prabowo menjelaskan kebijakan pembentukan badan khusus tersebut harus dilakukan setelah dilakukan kajian ataupun studi banding.
“Tim pakar yang membantu saya terus menerus melakukan kajian melakukan simulasi melakukan studi banding sehingga tentunya kita berharap pada saatnya mana kala diberi mandat kita bisa segera kerja,” katanya saat itu dalam Sarasehan 100 Ekonom.
Gagasan membentuk badan penerimaan negara sudah lama disampaikan Prabowo. Pada pemilihan presiden (pilpres) 2019-2024, dia juga menyampaikan gagasan serupa.
Pada debat capres kelima pilpres 2019-2024, Prabowo mengatakan bahwa nantinya badan penerimaan negara tersebut akan berada di bawah Presiden secara langsung.
Prabowo, banyak negara telah membuktikan pemisahan instansi perpajakan dari Departemen Keuangan berdampak positif.
“Kita perlu berani belajar dari pengalaman orang lain. Dan di banyak tempat di negara negara maju memang agak dipisahkan antara policy making kementerian keuangan dan tax collection dan revenue collection,” tutur Prabowo.
Namun, Prabowo menjelaskan kebijakan tersebut harus dilakukan setelah dilakukan kajian ataupun studi banding.
“Tim pakar yang membantu saya terus menerus melakukan kajian melakukan simulasi melakukan studi banding sehingga tentunya kita berharap pada saatnya mana kala diberi mandat kita bisa segera kerja,” imbuhnya.
Ekonom Utama Departemen Riset Ekonomi dan Kerja Sama Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Arief Ramayandi meragukan efektifitas Badan Penerimaan Negara (BPN) yang akan dibentuk pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto.
Dia mengatakan belum ada bukti pembentukan Badan Penerimaan Negara bisa mendongkrak penerimaan.
“Belum ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa pemisahan BPN itu akan serta merta mendorong penerimaan negara,” kata Arief saat acara Asian Development Outlook 2024 Discussion di Perpustakaan Nasional, Jakarta, dikutip Selasa (11/6/2024).
Arief menilai pemisahan Ditjen Pajak dan Bea Cukai dari Kemenkeu hanya memisahkan kewenangan. Dengan demikian, Kementerian Keuangan bisa lebih fokus dalam membuat kebijakan fiskal, sementara BPN bisa berfokus mengumpulkan penerimaan negara. Namun, pembentukan badan itu tidak akan bisa langsung meningkatkan penerimaan.
“Kalau dipisah itu keuntungannya BPN tidak perlu khawatir tentang kebijakan fiskal, jadi mereka bisa fokus meningkatkan dan memungut penerimaan negara,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pembentukan BPN merupakan visi-misi yang telah dilontarkan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka sejak masa kampanye Pilpres 2024. Saat ini, pembentukan BPN juga sudah masuk ke dalam Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.
Dalam dokumen RKP Tahun 2025 yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, BPN diberi nama sebagai Badan Otorita Penerimaan Negara. Badan itu dibentuk untuk meningkatkan rasio penerimaan perpajakan menjadi sebesar 10-12% terhadap produk domestik bruto (PDB) 2025.
Dalam dokumen itu, pemerintah menganggap, pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara untuk meningkatkan tax ratio dapat juga menyediakan ruang belanja yang memadai dalam APBN untuk pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Sumber : CNBC Indonesia