.mapouter{position:relative;text-align:right;height:500px;width:600px;}embedgooglemap.net.gmap_canvas {overflow:hidden;background:none!important;height:500px;width:600px;}
Home / News / Naik-Turun Kurs Dolar ‘Ngefek’ ke Setoran Pajak, Ini Penjelasannya

Naik-Turun Kurs Dolar ‘Ngefek’ ke Setoran Pajak, Ini Penjelasannya

Keperkasaan dolar AS berhasil menundukkan rupiah. Mata uang Garuda melemah 2,53% sepanjang April. Pelemahan rupiah ini dipicu oleh sentimen the Fed yang belum akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat dan kondisi geopolitik global yang memanas.

Hal ini memicu dolar AS laris manis sebagai safe haven di tengah ketidakpastian pasar. Sementara itu, outflow mewarnai pasar ekonomi berkembang, termasuk Indonesia. Investor memilih menanam uangnya di safe have assets.

Namun, tahu kah Anda, penguatan dolar AS ini ternyata berpengaruh pada penerimaan pajak. Hal ini dijelaskan oleh Pegawai Direktorat Jenderal Pajak Theresa Agatha Sirait dalam artikel “Capaian Penerimaan Pajak yang Optimis di Tengah Kelesuan Rupiah”.

Menurutnya, penerimaan pajak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, diantaranya nilai tukar. kenaikan atau peningkatan kurs dolar AS dapat berpengaruh signifikan dan positif terhadap realisasi penerimaan pajak.

Pertama, penerimaan pajak akan meningkat dengan kenaikan nilai penghasilan dan laba perusahaan yang lebih besar dampak kenaikan nilai kurs dolar AS (dengan asumsi biaya yang ditimbulkan dari kenaikan kurs dolar AS tetap atau tidak lebih besar daripada kenaikan nilai ekspor barang). Jika jumlah penghasilan dan laba perusahaan semakin besar, maka akan berpotensi meningkatkan jumlah pajak penghasilan (PPh) terutang oleh pengusaha.

“Dengan demikian, kenaikan kurs dolar AS berpotensi untuk meningkatkan penerimaan pajak bagi negara,” kata Theresa dalam artikelnya yang dimuat di situs resmi DJP.

Kedua, kenaikan nilai kurs dolar AS juga dapat menghasilkan pendapatan lain bagi perusahaan dalam bentuk keuntungan dari selisih kurs. Transaksi perusahaan akan menghasilkan keuntungan selisih kurs ketika terjadi perubahan nilai tukar dolar AS.

Dia menjelaskan keuntungan ini dapat menjadi tambahan keuntungan bagi perusahaan di luar pos penghasilan dari kegiatan usaha utama. Penambahan penghasilan ini dapat menjadi objek bagi pajak penghasilan sehingga secara langsung akan meningkatkan penerimaan dari sisi perpajakan.

Ketiga, jika ditinjau dari sisi impor, kenaikan kurs dolar AS akan meningkatkan nilai impor karena barang-barang yang diimpor tersebut menggunakan mata uang dolar AS. Peningkatan nilai impor akan meningkatkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dalam penghitungan pajak pertambahan nilai (PPN) yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah PPN yang dibayarkan kepada negara.

“Selain itu, jika barang yang diimpor termasuk dalam kategori barang mewah, maka peningkatan nilai impor juga akan meningkatkan jumlah PPnBM yang harus dibayarkan kepada negara,” ungkapnya.

Selain meningkatkan penerimaan pajak, Theresa juga mengatakan depresiasi rupiah dapat memberikan dampak positif dari investasi asing langsung (foregin direct investment).

“Jika investasi asing langsung ke Indonesia, arus masuk mata uang dolar AS (capital inflow) akan semakin bertambah ke dalam negeri baik untuk disimpan di lembaga perbankan dalam negeri maupun untuk dibelanjakan/dipergunakan membangun industri,” katanya.

Di lain sisi, dia menjelaskan depresiasi rupiah dapat memacu peningkatan ekspor non-migas.

“Dengan semakin murahnya harga barang ekspor non-migas di pasar internasional, Indonesia dapat meningkatkan daya saing komoditas ekspor non-migas Indonesia barang yang relatif sama/sejenis dari negara lain,” tutupnya.

Sumber : CNBC Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top