.mapouter{position:relative;text-align:right;height:500px;width:600px;}embedgooglemap.net.gmap_canvas {overflow:hidden;background:none!important;height:500px;width:600px;}
Home / News / Dampak Ngeri PPN 12%, Tiket Pesawat Diprediksi Makin Terbang

Dampak Ngeri PPN 12%, Tiket Pesawat Diprediksi Makin Terbang

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan berefek ke berbagai sektor, termasuk transportasi. INDEF memperkirakan harga tiket pesawat bisa makin mahal.

“Tiket akan naik, hotel akan naik, karena kenaikan 1 atau 2 persen itu besar, katakanlah harga tiketnya Rp 2 juta, itu bisa naik berapa,” kata peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Abdul Manap Pulungan dalam diskusi publik mengenai dampak PPN 12%, Rabu (20/3/2024).

Abdul mengatakan kenaikan tiket pesawat itu bisa lebih parah menjelang hari raya seperti Lebaran. Ketika harga sudah naik, kata dia, maka secara teori harga tersebut akan sulit sekali turun. “Kecuali ada intervensi dari pemerintah,” kata dia.

Abdul menuturkan kenaikan harga tiket pesawat dan hotel pada akhirnya akan mempunyai efek domino pada sektor pariwisata. Dia mengatakan kenaikan PPN, membuat warga kelas menengah mengerem belanjanya, termasuk untuk berlibur.

“Ketika terjadi shock pendapatan, tidak akan langsung disesuaikan dengan kenaikan gaji, kelas menengah ini harus menyesuaikan dulu konsumsi dia, biasanya akan mengurangi kegiatan seperti plesiran,” tutur dia.

“Kalau ini terjadi akan menyebabkan sektor pariwisata dan travel akan berkurang, yang akan pengaruhi penyewaan hotel dan lainnya akan terdampak signifikan.”

Sebelumnya, kepastian mengenai kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Airlangga Hartarto. Penerapan tarif baru ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan yang telah disahkan sejak 2021.

Undang-Undang itu memerintahkan agar tarif PPN dinaikkan menjadi 11% pada April 2022. Kenaikan itu kini sudah dilakukan. UU juga memerintahkan agar tarif PPN kembali dinaikkan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Pengamat ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan kenaikan PPN ini akan memicu inflasi. Dia bilang kenaikan harga tersebut berpotensi menekan permintaan dari sisi konsumen untuk berbagai sektor.

“Walhasil, di satu sisi tingkat konsumsi atas barang dan jasa yang dikenakan kenaikan PPN akan ikut menurun dan di sisi lain akan menekan supply alias mengganggu performa dunia usaha,” kata dia.

Sebelumnya, kepastian mengenai kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Airlangga Hartarto. Penerapan tarif baru ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan yang telah disahkan sejak 2021.

Undang-Undang itu memerintahkan agar tarif PPN dinaikkan menjadi 11% pada April 2022. Kenaikan itu kini sudah dilakukan. UU juga memerintahkan agar tarif PPN kembali dinaikkan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Pengamat ekonomi Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan kenaikan PPN ini akan memicu inflasi. Dia bilang kenaikan harga tersebut berpotensi menekan permintaan dari sisi konsumen untuk berbagai sektor.

“Walhasil, di satu sisi tingkat konsumsi atas barang dan jasa yang dikenakan kenaikan PPN akan ikut menurun dan di sisi lain akan menekan supply alias mengganggu performa dunia usaha,” kata dia.

Sumber : CNBC Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top