Pemerintah memastikan akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dari semula 11% pada tahun depan. Keputusan terkait akan dinaikkannya PPN tahun depan itu sendiri sebelumnya disampaikan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Ia memastikan kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% sesuai amanat Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 2025 tidak akan ada penundaan.
Airlangga mengatakan, ketentuan kenaikan tarif PPN ini akan berlanjut pada 2025 karena juga sudah keputusan masyarakat yang memilih pemerintahan baru dengan program-program keberlanjutan dari Presiden Joko Widodo.
“Pertama tentu masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan, tentu kalau keberlanjutan program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN,” tegas Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (8/3/2024).
Dalam penjelasannya, PPN 12% dikenakan terhadap seluruh barang dan jasa kecuali barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya, diberikan fasilitas pembebasan PPN.
Artinya, pembelian barang, termasuk rumah dan apartemen akan terkena PPN mulai 1 Januari 2025. Dengan demikian, jika harga rumah Rp 500 juta, maka pajak yang harus dibayarkan sebesar Rp 60 juta, dengan hitungan tarif 12%. Besaran ini naik dibandingkan sebelumnya Rp 55 juta, dengan tarif 11%.
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menuturkan kenaikan PPN itu bukan hanya 1%. Bila diakumulasi, kata dia, kenaikan PPN dalam 4 tahun terakhir sudah mencapai 20%. “Ini kenaikan tarif PPN yang sangat tinggi bahkan dibandingkan akumulasi inflasi,” kata dia.
Dia mengatakan kelas menengah akan menjadi pihak yang paling merana karena kenaikan PPN ini. Kenaikan harga beras, suku bunga tinggi, dan sulitnya mencari pekerjaan, kata dia, sudah menyebabkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah melemah. PPN 12%, kata dia, akan menyempurnakan tekanan ekonomi kepada kelas mayoritas ini.
“Sasaran PPN ini kelas menengah dan diperkirakan 35% konsumsi rumah tangga nasional bergantung dari konsumsi kelas ini,” kata dia.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Telisa Aulia Falianty mengingatkan
kenaikan tarif PPN dari yang saat ini sebesar 11% menjadi 12% memang terlihat kecil, karena hanya naik 1%. Namun, ketika kenaikan tarif itu dikonversikan dalam bentuk harga, maka akan terasa peningkatannya, terutama untuk barang-barang bernilai tinggi seperti durable goods.
“Artinya ketika masyarakat merasakan kenaikan harga akibat kenaikan PPN mereka kemudian mengurangi pembelian terhadap barang tersebut, konsumsi jadi turun,” ucap Telisa dalam program Profit CNBC Indonesia, dikutip Selasa (19/3/2024).
“Terutama ke produk-produk yang sifatnya durabel ya, karena produk-produk durabel itu biasanya nilanya cukup besar, jadi semakin besar nilainya semakin terasa kenaikan harganya,” ungkapnya.
Durable goods tersebut pun jelas termasuk rumah, apartemen, kendaraan bermotor.

Sumber : CNBC Indonesia