Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat membatalkan ketentuan tentang bolehnya pemerintah provinsi Jakarta mendapat seluruh data perpajakan dari Kementerian Keuangan, saat rapat daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).
Ketentuan itu sebelumnya diusulkan dalam draf Pasal 40 ayat 1 RUU DKJ yang berbunyi: Dalam rangka pengelolaan pendapatan daerah, kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan memberikan seluruh data jumlah PPh 21, PPh 25, dan PPh 29 yang dipungut di wilayah DKJ sebagai dasar perhitungan dana bagi hasil.
Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas mengatakan, ketentuan itu disepakati diubah menjadi dalam rangka pengelolaan pendapatan daerah, Pemprov DKJ hanya dapat meminta informasi penetapan DBH yang menjadi pendapatan Provinsi DKJ sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, karena adanya ketentuan kerahasian dalam UU Perpajakan.
“Yang dikhawatirkan kalau ada rekonsiliasi bisa memiliki data orang perorang dan itu yang enggak boleh. Justru karena itu yang dimaksud tetap gelondongannya itu setiap saat boleh, oleh karena itu dengan rumusan pemerintah kita bisa terima, setuju yah,” tegas Supratman di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Rumusan baru itu mulanya dipertentangkan oleh Anggota DPD Sylviana Murni, sebab menurutnya Pemrpov Jakarta yang mengetahui kondisi pendapatan perpajakan wilayahnya, maka harus ada ketentuan rekonsiliasi, tidak hanya berupa perolehan informasi gelondongan data perpajakan saja.
“Walaupun Jakarta tidak punya data valid, dia tahu ada hal tertentu yang dipahami kemudian dia menyampaikan oke datanya dari sana tapi kita perlu akses dong,” ucap Sylviana.
Merespons pertentangan itu, pemerintah pusat yang diwakili Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengatakan, kalau ada tambahan ketentuan bisanya pemrov mendapatkan akses perpajakan dalam RUU DKJ, berpotensi melanggar ketentuan kerahasiaan dalam UU Perpajakan.
“Kalau kita memasukkan istilah akses kami khawatir itu nanti penafsirannya bisa luas dan melanggar keberhasilan UU Perpajakan. Namun kalau misalnya akses itu dalam arti ada permintaan informasi, misalnya total PPh 21 gelondongan yang dihasilkan DKI berapa itu bisa kita berikan,” tegas Rionald.
“Jadi ini tergantung soal definisi kita mau seperti apa, karena terus terang rahasia perpajakan itu sangat utama sekali terkait perpajakan. Tapi, kalau misalnya mau tahu berapa PPh 21 yang dikumpulkan untuk Jakarta itu gelondongannya di situ,” ungkapnya.
Karena pemerintah tegas menyatakan bahwa data perpajakan hanya bisa diatur terkait pemberian informasinya saja tanpa ada pembukaan akses secara total bagi pemda, maka DPR memutuskan untuk sepakat dengan usulan ketentuan pemerintah dalam Pasal 40 ayat 1 RUU DKJ.
“Saya rasa sudah itu dengan berbagai macam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain soal kerahasiaan dan lain sebagainya, saya rasa sudah maksimal yang ini yang bisa kita berikan, jadi tetap dengan rumusan yang ada sekarang, meminta informasi penetapan DBH secara keseluruhan,” tutur Supratman.
Sumber : CNBC Indonesia