Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyediakan sistem khusus bagi masyarakat yang ingin menghitung sendiri potongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21. Termasuk penggunaan skema baru, yakni tarif efektif rata-rata atau TER.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, sistem itu adalah kalkulator pajak yang dapat diakses melalui laman https://kalkulator.pajak.go.id/. Selain itu, juga bisa melalui aplikasi M-Pajak.
“Jangan khawatir, para pekerja yang penasaran nih benar enggak sih pajak saya yang dibayarkan itu dipotongnya oleh perusahaan itu benar atau tidak, kita juga sudah menyiapkan aplikasi yang namanya kalkulator pajak di website kita,” kata Dwi dalam program Profit CNBC Indonesia, dikutip Selasa (30/1/2023).
“Atau melalui aplikasi M-Pajak, ini juga sudah namanya kalkulator pajaknya,” tegas Dwi.
Cara menggunakan kalkulator pajak pun terbilang mudah, para wajib pajak yang ingin mengetahui potongan pajaknya per bulan dengan menggunakan metode penghitungan TER cukup memasukkan kolom-kolom yang sudah disediakan.
Di antaranya dengan memilih jenis pemotongan, kode objek pajak, skema penghitungan seperti gross atau gross up, penghasilan bruto, PTKP berdasarkan tabel TER A, B, atau C dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023, serta kode keamanan yang telah tertera. Terakhir, tinggal menekan tombol hitung.
Nantinya, akan muncul tampilan Dasar Pengenaan Pajak atau DPP, tarif efektif sesuai tabel PTKP, serta potongan PPh Pasal 21nya.
“Nanti tinggal dimasukkan penghasilan brutonya berapa, dikalikan TER, bisa kita lihat di tabel A, B, dan C nya berapa yang dipotong, benar atau tidak. Nah nanti di Desember dihitung ulang lagi dengan dikurangkan dengan yang sudah dibayar,” ucap Dwi.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan telah resmi merilis rumus baru penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 melalui implementasi TER. Aturan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2024. Tidak sedikit karyawan mengeluhkan gajinya berkurang akibat penerapan TER tersebut.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan hitungan baru ini tidak akan menambah beban pajak baru bagi masyarakat. Kebijakan yang berlaku mulai 1 Januari 2024 tersebut justru memberikan kemudahan yang tercermin dari kesederhanaan cara penghitungan pajak terutang dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif.
Dwi Astuti menjelaskan kebijakan tersebut diatur melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi. PMK ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023.
“Untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja. PMK ini diterbitkan agar bisa mengakomodir penyesuaian tarif pemotongan menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh,” ujar Dwi
Dalam skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a dalam UU PPh, Dwi menuturkan penerapan tarif efektif bulanan misalnya pada pegawai tetap hanya digunakan dalam menghitung PPh Pasal 21 setiap masa pajak selain masa pajak terakhir. Sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh.
Dalam aturan ini, menurut Dwi, pemerintah mengatur penghitungan PPh 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap menggunakan tarif bulanan kategori A, B, dan C. Kategori A diperuntukkan bagi orang pribadi dengan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).
Kategori B diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2). Sementara, kategori C diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3).
Sumber : CNBC Indonesia