Pemerintah tak kunjung menerbitkan pemberian insentif pajak berupa pajak penghasilan (PPh) badan untuk sektor pariwisata. Padahal, insentif itu merupakan permintaan langsung Presiden Joko Widodo untuk merespons polemik tingginya tarif pajak hiburan khusus sebesar 40%-75% yang termuat dalam UU HKPD.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan, aturan itu hingga kini masih dikaji oleh BKF bersama dengan Kemenko Perekonomian, hingga Kementerian Pariwisata. Namun, memang pembahasannya belum selesai.
“Itu belum, itu masih kita lihat dan kita tunggu saja nanti,” kata Febrio saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (29/1/2024).
Febrio pun enggan menjelaskan lebih jauh seperti apa pembahasan insentif itu, mulai dari target kapan bisa diselesaikan, sektor pariwisata yang menjadi target penerimaan insentin PPh Badan Ditanggung Pemerintah sebesar 10% itu, hingga proses komunikasi antar K/L yang terlibat pembahasan.
“Kan saya bilang belum, kalau belum ya belum. Jawabnya belum, makanya sedang (dibahas),” ucap Febrio.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebelumnya mengaku telah menjalin komunikasi dengan Kementerian Keuangan untuk merealisasikan pemberian insentif Pajak Penghasilan (PPh) Badan ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 10%.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Ferry Irawan mengatakan, pembahasan insentif pengurang PPh Badan itu tengah dikaji antara Kemenko Perekonomian dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) maupun Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.
“Saat ini kami tengah berkomunikasi dengan BKF dan DJP terkait kemungkinan pemberian insentif PPh Badan Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi sektor pariwisata yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19,” kata Ferry kepada CNBC Indonesia, Jumat (26/1/2024).
Ferry mengungkapkan, pembahasan antara Kemenko Perekonomian dengan BKF dan DJP itu kini juga tengah mencakup desain sektor usaha yang akan bisa mendapat pengurangan PPh Badan itu. Sebagaimana diketahui, dengan potongan 10%, maka perusahaan yang mendapat insentif hanya akan membayar 12%, dari tarif PPh Badan 22%.
“Kami juga bersama-sama sedang meng-exercise Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang perlu dicakup dan besaran anggaran yang perlu dialokasikan untuk insentif PPh Badan DTP tersebut. Sesuai mekanismenya, proyeksi besaran insentif PPh Badan DTP tersebut akan dialokasikan dalam APBN,” tegas Ferry.
Namun, sayangnya ia belum bisa memastikan kapan insentif itu bisa selesai dibahas dan langsung dinikmati para pengusaha di sektor pariwisata. Yang jelas, insentif itu merupakan bagian dari respons pemerintah terhadap keluhan pengusaha jasa hiburan khusus yang terdampak tarif pajak 40%-75% di daerah, karena ketentuan UU HKPD.
Usulan pemberian insentif ini muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas dengan beberapa menteri terkait polemik tarif pajak hiburan. Dalam keputusan rapat pemerintah akan menerbitkan surat edaran terkait insentif fiskal untuk meringankan pelaku usaha.
Polemik yang terjadi ialah karena adanya protes dari pengusaha diskotek, karaoke, klub malam, hingga spa terhadap penerapan pajak barang dan jasa tertentu sebesar 40% – 75%. Hal ini tertuang UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UUHKPD).
“Dan yang lebih dipertimbangkan bapak presiden meminta untuk dikaji PPh Badan sebesar 10%, namun teknisnya belum kami pelajari. Masih diberi waktu untuk merumuskan usulan insentif tersebut,” tutur Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat dengan Presiden Jokowi pada Jumat (19/1/2024)
Sumber : CNBC Indonesia