Pemerintah mulai menerapkan penghitungan baru untuk pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan mengimplementasikan tarif efektif rata-rata (TER) pada Januari 2024. Perubahan metode penghitungan ini merupakan imbas dari berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.
Kepada CNBC Indonesia, sejumlah pegawai mengaku bingung karena gaji yang mereka terima bulan ini mengalami potongan yang lebih besar dari sebelumnya. Misalnya, seorang manajer bernama Adi (bukan nama asli) yang mengaku gajinya dipotong lebih besar Rp 250 ribu dari sebelumnya.
Seorang pegawai lainnya, bernama Dinda (bukan nama asli) juga mengaku potongan gajinya bulan Januari ini sebesar Rp 360 ribu atau lebih besar dari sebelumnya yang Rp 250 ribu. “Kalau kena hitung-hitungan tarif PPh baru bukannya harusnya potongan di bulan 1-11 lebih kecil terus baru gede di bulan 12 ya?” kata dia.
Sebenarnya, Direktorat Jenderal Kementerian Keuangan sudah memastikan bahwa implementasi penghitungan dengan metode TER ini hanya bertujuan untuk memudahkan dan memberikan kepastian hukum. Dengan metode baru itu, rumus penghitungan PPh Pasal 21 bulanan dari Januari-November menjadi hanya penghasilan bruto sebulan dikalikan dengan tarif efektif bulanan. Barulah pada Desember atau masa pajak terakhir rumusnya kembali normal, seperti sebelumnya. Kemenkeu memastikan tidak ada penambahan beban pajak baru.
Selain menekankan tidak adanya penambahan beban pajak baru, Kemenkeu sebenarnya juga menerapkan mekanisme pengembalian kelebihan bayar untuk PPh 21 ini. Merujuk pada Buku Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26 yang diterbitkan Kemenkeu ada sejumlah kondisi ketika kelebihan pembayaran pajak harus dikembalikan kepada pegawai.
“Dalam hal pada masa pajak terakhir atas penghitungan pajak setahun ternyata terdapat kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 pada masa-masa sebelumnya, berhak menerima pengembalian kelebihan pemotongan pajak dari Pemotong Pajak, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, kecuali atas PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah,” dikutip dari buku tersebut.
Buku tersebut memberikan simulasi penghitungan PPh 21 untuk seorang pegawai tetap yang kewajiban pajaknya sudah ada sejak awal tahun kalender, namun sebenarnya baru bekerja pada pertengahan tahun. Berikut ini adalah simulasinya:
Tuan B mulai bekerja di PT Y pada tanggal 1 September 2024. Tuan B berstatus tidak menikah dan tidak memiliki tanggungan. Tuan B menerima atau memperoleh gaji sebesar Rp15.500.000 per bulan dan membayar iuran pensiun melalui PT Y sebesar Rp100.000 per bulan.
Berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak Tuan B (TK/0), maka besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan B selama tahun 2024 sebagai berikut.
Selama 3 bulan bekerja di perusahaan itu sejak September-November, total PPh Pasal 21 yang Tuan B bayarkan adalah sebanyak Rp 1.085.000 per bulan atau Rp 3.255.000 selama 3 bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir (Desember)
Penghasilan Bruto Setahun : 62.000.000
Pengurang:
-Biaya jabatan setahun:
5%xRp 62.000.000 (max 4xRp 500.000 = Rp 2.000.000)
-Iuran pensiun:
4xRp 100.000 = Rp 400.000.000
Total Pengurang: Rp 2.400.000
—
Penghasilan Bruto Setahun : Rp 62.000.000
Total Pengurang: Rp 2.400.000,00
Penghasilan Neto Setahun: Rp 59.600.000
—
-PTKP Setahun untuk WP Sendiri: Rp54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun: Rp 5.600.000
PPh Pasal 21 terutang setahun 5% x Rp 5.600.000 = Rp 280.000,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai November 2024: Rp 3.255.000
PPh Pasal 21 yang lebih dipotong (Rp 2.975.000,00)
Catatan :
1. Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan oleh PT Y kepada Tuan B beserta dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 Masa Pajak Terakhir, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak Terakhir, yaitu akhir bulan Januari 2025.
2. Tuan B wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT Y dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024.
3. PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT Y untuk Masa Pajak September sampai dengan Desember 2024 sebesar Rp280.000 merupakan kredit pajak dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024.
Sumber : CNBC Indonesia