.mapouter{position:relative;text-align:right;height:500px;width:600px;}embedgooglemap.net.gmap_canvas {overflow:hidden;background:none!important;height:500px;width:600px;}
Home / News / Kena Pajak 40%, Begini Suramnya Bisnis Karaoke Kini!

Kena Pajak 40%, Begini Suramnya Bisnis Karaoke Kini!

Pengelola tempat hiburan di Jakarta sedang memutar otak untuk meminimalisasi dampak kenaikan pajak tempat hiburan terhadap jumlah pengunjung. Ini adalah bentuk kekhawatiran tempat hiburan bahwa pengunjung berkurang karena harga semakin mahal.

Pengelola tempat karaoke Roppongi Papa bernama Dwi mengakui sebenarnya tak banyak pilihan untuk pelaku bisnis hiburan dalam menghadapi kenaikan tarif pajak ini. Menurut dia, mengutak-atik harga layanan juga tidak akan berdampak besar untuk menarik pengunjung lebih banyak.

Dwi mengatakan pihaknya lebih memilih untuk terus meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Dengan peningkatan pelayanan, dia yakin pelanggan tetap datang walaupun harga yang dibayarkan harus lebih mahal.

“Sekarang kita fokus ke perbaikan internal, supaya pelayanan kita baik, akhirnya tamu juga akan datang, upaya kami itu saja,” ujarnya saat ditemui di Roppongi Papa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024).

Senada dengan Dwi, Supervisor NAV Karaoke Blok M Square, Miko mengatakan pihaknya juga tidak mungkin menurunkan harga untuk menanggulangi dampak dari naiknya tarif pajak hiburan tersebut. Jalan satu-satunya, kata dia, adalah dengan memperbaiki pelayanan agar pengunjung tetap tertarik untuk datang.

“Kalau harga mau tetap sama, harganya harus diturunin, tapi itu tidak mungkin,” katanya.

Sebelumnya, tarif pajak tempat hiburan seperti tempat karaoke di Jakarta naik menjadi 40%. Kenaikan tarif pajak itu merupakan imbas dari terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

UU tersebut mengatur tentang besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Dengan dasar UU tersebut, Pemerintah DKI Jakarta kemudian mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Di dalam aturan ini, Pemda DKI menetapkan tarif pajak sejumlah tempat hiburan, termasuk karaoke sebesar 40%.

Kementerian Keuangan menyatakan tujuan pemerintah menetapkan pajak hiburan minimal 40% adalah untuk mendorong kemandirian fiskal daerah. Kemenkeu menilai selama ini masih banyak daerah yang bergantung ke pemerintah pusat.

Selain itu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan industri hiburan juga sudah pulih dari dampak pandemi Covid-19. Dia mengatakan total pendapatan daerah dari pajak hiburan sebesar Rp 2,2 triliun pada 2023. Nilai ini hampir setara dengan realisasi pada 2019 atau sebelum Covid-19 sebesar Rp 2,4 triliun. “2023 itu sudah Rp 2,2 triliun, jadi sudah bangkit,” kata Lydia.

Sumber : CNBC Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top