Kenaikan pajak hiburan menjadi 40-75% menjadi perdebatan panas. Hal ini menjadi perhatian berbagai pihak karena kekhawatiran pelaku usaha akan sepinya dunia hiburan di Indonesia.
Pajak hiburan diatur dalam Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Merujuk pada pasal 55 No.1/2022 yang masuk dalam subjek pajak untuk Jasa Kesenian dan Hiburan adalah:
a. tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu;
b. pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan;
d. kontes binaraga;
e. pameran;
f. pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap;
g. pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor;
h. permainan ketangkasan
i. olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkaphn untuk olahraga dan kebugaran;
j. rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang;
k. panti pijat dan pijat refleksi;
l. diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa
Besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, Bali, I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan kenaikan PBJT dikeluhkan pelaku usaha. Hal ini terkait proses pemulihan bisnis pariwisata pasca pandemi yang masih berlangsung, sehingga kenaikan pajak hiburan menjadi 40% yang ditetapkan 28 Desember 2023 sangat mengagetkan dan memberatkan.
Sebagai catatan, aturan ini mulai berlaku per 1 Januari 2024. Praktis seluruh wajib pajak dikenai aturan baru. Pelaporan dan pembayarannya dimulai 1 Februari 2024. Tetapi pelaporan dan pembayaran pajak masa Desember 2023 masih pakai tarif lama, dilakukan mulai 1 Januari 2024.
Menanggapi hal tersebut, Suryawijaya mengatakan pihaknya PHRI termasuk pengusaha pengusaha spa belum pernah dilibatkan dalam penerapan pajak hiburan dari semula menjadi minimal 40% ini.
Senada dengan PHRI Bali, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija), Hana Suryani memandang aturan baru pajak hiburan tidak melibatkan pengusaha.
Pajak hiburan 40% ini sempat diprotes Hotman Paris via akun Instagram pribadinya @hotmanparisofficial. Ia mengunggah tangkapan layar dari UU HKPD soal pajak kelab malam hingga spa.
Hotman menganggap pungutan pajak 40% terlalu tinggi dan bisa mematikan usaha. Ia juga mengajak para pelaku usaha hiburan lain untuk memprotes aturan tersebut.
“Apa ini benar!? Pajak 40%? Mulai berlaku Januari 2024?? Super tinggi? Ini mau matikan usaha?? Ayok pelaku usaha teriaaakkk,” tulis Hotman dalam unggahannya, Sabtu (6/1).
Tingginya Pajak Hiburan di Indonesia, Gimana dengan Negara Lain?
Di antara negara tetangganya, pajak hiburan Indonesia yang melonjak tinggi ke tingkat minimum 40% merupakan posisi teratas dibandingkan Singapura sebesar 15%, Malaysia yang berada di angka 10%, Amerika Serikat (Chicago) di angka 9%, dan Thailand di angka 5%.
Penghibur publik asing di Singapura dikenakan pemotongan pajak sebesar 15% atas penghasilan kena pajak dari layanan yang dilakukan di Singapura.
Tarif pemotongan pajak akan dikurangi dari 15% menjadi 10% jika pendapatan atas jasa yang dilakukan di Singapura telah jatuh tempo dan dibayarkan kepada penghibur umum asing selama periode dari 22 Februari 2010 hingga 31 Maret 2022.
Tarif pajak konsesi sebesar 10% berakhir setelah tanggal 31 Maret 2022. Mulai tanggal 1 April 2022, tarif pajak pemotongan sebesar 15% akan berlaku atas penghasilan kena pajak dari jasa yang dilakukan di Singapura.
Berbeda halnya dengan Indonesia, Malaysia malah mau memangkas pajak hiburan. Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim telah mengumumkan bahwa pajak hiburan dikurangi dari 25% menjadi 10% untuk pertunjukan internasional, dengan pengecualian penuh untuk artis lokal.
Sedangkan di Amerika Serikat (AS) khususnya Chicago, pajak hiburan untuk bioskop, konser, dan acara olahraga dikenakan sebesar 9% termasuk untuk penikmat hiburan dari rumah saja.
Lebih lanjut, menikmati musik liburan favorit di rumah seperti Spotify, Apple Music, atau Pandora dikenakan pajak hiburan yang sama sebesar 9% per bulan. Chicago adalah kota pertama di Amerika yang menerapkan pajak semacam itu pada layanan streaming, menurut National Taxpayers Union Foundation.
Pajak hiburan kota ini menghasilkan pendapatan sebesar US$232 juta pada tahun 2022, naik dari US$146 juta pada tahun 2015 ketika layanan streaming pertama kali disertakan.
Sementara di Thailand, merujuk pada The Economic Times, pemerintahnya melakukan pemotongan pajak untuk minuman beralkohol dan tempat hiburan untuk meningkatkan pariwisata di negara tersebut.
Langkah-langkah yang disetujui termasuk memotong pajak atas anggur dari 10% menjadi 5% dan menghilangkan pajak atas minuman beralkohol, yang sebelumnya sebesar 10%.
Selain itu, pajak cukai tempat hiburan akan dikurangi setengahnya, dari 10% menjadi 5%. Penyesuaian pajak ini, yang diuraikan oleh juru bicara pemerintah Chai Wacharonke, akan terjadi akan berlaku hingga akhir tahun ini.
Melihat situasi yang ada saat ini, pajak hiburan di Indonesia yang naik secara mendadak tanpa sosialisasi dan tanpa melibatkan pengusaha, membuat para pengusaha dunia hiburan angkat suara.
Jika hal ini secara terus-menerus dilakukan tanpa adanya sosialisasi dan perbaikan yang tepat, maka industri hiburan di Tanah Air berpotensi redup khususnya di tengah kondisi global yang tidak pasti serta tingkat konsumsi dalam negeri masih belum membaik.
CNBC INDONESIA RESEARCH