.mapouter{position:relative;text-align:right;height:500px;width:600px;}embedgooglemap.net.gmap_canvas {overflow:hidden;background:none!important;height:500px;width:600px;}
Home / News / Pegawai Bukan Dokter dan Pengacara, Ini Cara Hitung Pajaknya!

Pegawai Bukan Dokter dan Pengacara, Ini Cara Hitung Pajaknya!

Seorang pekerja yang memiliki penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan namun bukan merupakan pegawai, termasuk ke dalam wajib pajak yang harus membayar pajak penghasilan (PPh) Pasal 21.

Tata cara pembayaran atau pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilannya pun telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan aturan turunannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023. Peraturan ini berlaku sejak 1 Januari 2024.

Melalui aturan terbaru itu, cara penghitungan tarif pemotongan pajaknya pun diperbarui, meskipun tidak menambah beban pajaknya maupun menaikkan besaran tarifnya. Sebab, penghitungannya hanya disederhanakan.

“Tata caranya disederhanakan sehingga akan lebih mempermudah,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti di kantornya saat media briefing, Jakarta, dikutip Selasa (9/1/2024).

Dalam PMK 168/2023, disebutkan bahwa bukan pegawai ini meliputi tenaga ahli yang melakukan Pekerjaan Bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris.

Lalu, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, pembuat/ pencipta konten pada media yang dibagikan secara daring (influencer, selebgram, blogger, vlogger, dan sejenis lainnya), dan seniman lainnya.

Olahragawan pun termasuk. Lalu, juga ada penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; pengarang, peneliti, dan penerjemah; pemberi jasa dalam segala bidang; hingga agen iklan.

Pengawas atau pengelola proyek juga di antaranya, di samping pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; petugas penjaja barang dagangan; agen asuransi; serta distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.

Dalam PMK itu, dasar pengenaan pajak bukan pegawai ialah penghasilan bruto x 50%, lalu dikalikan dengan tarif sesuai tarif Pasal 17 UU PPh. Rumus ini ditetapkan untuk masa pajak atau pada saat terutang.

Tarif Pasal 17 UU PPh yakni untuk penghasilan setahun sampai dengan Rp 60 juta sebesar 5%, di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta 15%, Rp 250 juta sampai Rp 500 juta 25%, Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar 30%, dan di atas Rp 5 miliar 35%.

Dalam rumusan yang lama, tarif bukan pegawai ini turut mempertimbangkan kondisi penghasilannya, yang terdiri dari tiga jenis, yakni:

1. Tidak berkesinambungan dengan tarif berupa Pasal 17 x (penghasilan bruto x 50%)

2. Berkesinambungan memiliki NPWP, hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21, dan tidak memperoleh penghasilan lainnya dengan rumus tarif Pasal 17 x ((Ph. Bruto x 50%)-PTKP) (kumulatif)

3. Berkesinambungan, tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dengan rumus Pasal 17 x (Penghasilan Bruto x 50%) (kumulatif)

Namun, dengan aturan baru, rumus tarifnya hanya mengacu pada satu skema, yakni tarif pasal 17 x (penghasilan bruto x 50%).

Berikut ini cara penghitungannya berdasarkan PMK 168/2023:

– Contoh 1: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas

Tuan U adalah seorang pengacara dan sedang menangani sengketa kasus penyalahgunaan hak cipta milik PT F. Atas penyelesaian kasus tersebut, Tuan U menerima atau memperoleh imbalan dari PT F sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

a. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas penghasilan jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas yang diterima atau diperoleh Tuan U dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 1 7 ayat ( 1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Bukan Pegawai.

b. Dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan U adalah sebesar 50% x Rp400.000.000,00 = Rp200.000.000,00

c. Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan U adalah sebesar (5% x Rp60.000.000,00) + (15% x Rp140.000.000,00) = Rp24.000.000 ,00.

Catatan:

1. PT F memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan U sebesar Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan U.

2. Tuan U wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT F dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.

3. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT F merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan U.

– Contoh 2: Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Jasa Dokter yang Melakukan Praktik di Rumah Sakit dan/atau Klinik

Tuan R merupakan dokter spesialis anak yang melakukan praktik di Rumah Sakit ABC dengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% (dua puluh persen) oleh pihak rumah sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% (delapan puluh persen) dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan kepada Tuan R pada setiap akhir bulan. Selama tahun 2024, jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien dari praktik Tuan R di Rumah Sakit ABC bervariasi mulai dari Rp 45 juta-Rp 52 juta dari Januari-Desember 2024.

Besarnya pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan R dari praktik di Rumah Sakit ABC sebagai berikut:

Pada Januari 2024, dengan jasa dokter yang dibayar pasien sebesar Rp 45.000.000, dasar pemotongan PPh Pasal 21 nya ialah 50% x Rp 45 juta sehingga hasilnya menjadi Rp 22.500.000. Lalu, pengenaan tarif pasal 17 nya sebesar 5% untuk kategori penghasilan tersebut, sehingga PPh Pasal 21 terutangnya ialah Rp 1.125.000.

Demikian pula saat jasa dokternya yang dibayar pasien tembus Rp 52.000.000, maka dasar pemotongan PPh Pasal 21 nya yang merupakan 50% x Rp 52.000.000 menjadi sebesar Rp 26.000.000, sehingga PPh Pasal Terutangnya setelah dasar pemotongan dikali dengan tarif Pasal 17 sebesar 5% menjadi senilai Rp 1.300.000.

Catatan:

1. Rumah Sakit ABC membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan R setiap bulan.

2. Tuan R wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Rumah Sakit ABC dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.

3. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh Rumah Sakit ABC merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan R.

– Contoh 3 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Imbalan Jasa

Pada bulan November 2024, Tuan T melakukan penyerahan jasa perbaikan komputer kepada PT G dan menerima atau memperoleh imbalan jasa sebesar Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah).

a. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas imbalan jasa yang diterima atau diperoleh Tuan T dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Bukan Pegawai.

b. Dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan T adalah sebesar 50% x Rp7.000.000,00 = Rp3.500.000,00.

c. Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan T adalah sebesar 5% x Rp3.500.000,00 = Rpl 75.000,00.

Catatan:

1. PT G memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan T sebesar Rpl 75.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan T.

2. Tuan T wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT G dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.

3. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT G merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan T.

– Contoh 3 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Imbalan Jasa

Pada bulan November 2024, Tuan T melakukan penyerahan jasa perbaikan komputer kepada PT G dan menerima atau memperoleh imbalan jasa sebesar Rp7.000.000,00 (tujuh juta rupiah).

a. Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang atas imbalan jasa yang diterima atau diperoleh Tuan T dihitung dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Bukan Pegawai.

b. Dasar pemotongan dan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan T adalah sebesar 50% x Rp7.000.000,00 = Rp3.500.000,00.

c. Besarnya pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Tuan T adalah sebesar 5% x Rp3.500.000,00 = Rpl 75.000,00.

Catatan:

1. PT G memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 Tuan T sebesar Rpl 75.000,00 (seratus tujuh puluh lima ribu rupiah) dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk Tuan T.

2. Tuan T wajib melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari PT G dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024.

3. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT G merupakan kredit pajak dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Tahun Pajak 2024 Tuan T.

Sumber : CNBC Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Top