Memasuki tahun baru, tak hanya rokok yang akan kena cukai. Sebentar lagi, siap-siap minuman berpemanis hingga kemasan plastik juga akan kena cukai.
Membahas tentang cukai, pada dasarnya ini merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-undang Cukai.
Barang yang dikenakan cukai biasanya memiliki karakteristik pemakaiannya dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan masyarakat atau lingkungan hidup, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, serta konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi,
Sebagaimana diketahui, barang yang kena cukai seperti rokok sudah lumrah kena cukai, karena memang punya sifat yang merusak bagi kesehatan manusia, mulai dari masalah pernapasan, paru-paru, jantung, hingga komplikasi yang menyebabkan kematian.
Berdasarkan data realisasi APBN, setoran cukai ke kas negara mencapai Rp 226,9 triliun atau 106% dari target pada 2022. Penerimaan tersebut berhasil naik 16% dari tahun 2021 yang tercatat Rp 195,5 triliun. Setoran cukai hasil tembakau menyumbang penerimaan cukai sekitar 90% sementara sisanya dari minuman beralkohol serta dari etil alkohol.

Seperti terlihat pada grafis di atas, setoran cukai ke kas negara selalu naik setiap tahun-nya sejalan dengan kenaikan cukai tiap tahunnya. Terutama paling besar disumbang oleh kenaikan cukai dari rokok dari tahun ke tahun. .
Baru-baru ini pemerintah kembali menetapkan kenaikan cukai rokok 10% pada 2024. Melansir dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memastikan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata 10% per Januari 2024. Kenaikan ini sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo pada 2022. Saat itu, Jokowi merilis kebijakan kenaikan tarif CHT dua tahun berturut-turut, yakni 2023 dan 2024. Apabila memperhitungkan kenaikan cukai pada 2024 selama dua periode kepemimpinan Jokowi pita cukai rokok telah melesat lebih dari 108%.

Dengan kenaikan cukai rokok tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan, penerimaan negara dari cukai sebesar Rp246,1 triliun dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024. Jumlah tersebut meningkat 8,3% dibandingkan pada outlook APBN 2023 sebesar Rp227,2 triliun.
Selain dari kenaikan cukai rokok, pada tahun ini pemerintah juga memastikan akan menarik cukai dari produk lainnya, mulai dari minuman berpemanis hingga kemasan plastik.
Minuman Berpemanis Siap-Siap Kena Cukai
Sempat ramai terdengar pada tahun lalu, bahwa mulai tahun 2024 kita harus bersiap akan ada pengenaan cukai baru pada minuman berpemanis. Sebagaimana kita ketahui, gula memang menjadi salah satu produk yang destruktif bagi tubuh manusia.
Penyakit akibat gula seperti diabetes di Tanah Air sudah menjangkiti jutaan orang. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) mendapati bahwa jumlah penderita diabetes pada 2021 di Indonesia meningkat pesat dalam sepuluh tahun terakhir. Pada 2045, jumlah tersebut diperkirakan bisa mencapai 28,57 juta, lebih besar 47% dibandingkan jumlah 19,47 juta pada 2021.
Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memastikan memastikan bisa menerapkan cukai pada minuman bergula tahun ini, Penerapan cukai tersebut telah dimuat ke dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024. Penerapan aturan cukai minuman manis ini untuk mencegah dampak buruk gula terhadap masyarakat.
Kendati demikian, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memastikan terdapat golongan produsen yang tidak akan terkena cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Golongan produsen yang tidak terkena cukai itu salah satunya adalah pedagang minuman di pinggir jalan.
Kemasan Plastik Juga Akan Dikenai Cukai
Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga telah menetapkan rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2024. Rincian tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2023.
Di dalamnya turut ditetapkan target pendapatan cukai produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan. Di dalam Perpres tersebut, Jokowi menetapkan pendapatan cukai produk plastik sebesar Rp 1,84 triliun, dan cukai minuman bergula dalam kemasan Rp 4,38 triliun. Total kedua BKC baru itu pun menjadi senilai Rp 6,22 triliun.
Sementara itu, dalam Perpres 75/2023, cukai produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan dinihilkan atau menjadi nol dari yang semula ditetapkan dalam Perpres 130/2022 sebesar Rp 980 miliar untuk cukai produk plastik, dan minuman bergula dalam kemasan Rp 3,08 triliun, sehingga totalnya hanya Rp 4,06 triliun.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani pun telah menekankan, penerapan cukai plastik dan minuman bergula dalam kemasan atau MBDK memang telah disiapkan penerapannya pada 2024. Namun, eksekusinya tergantung kondisi ekonomi 2024.
“Planningnya sudah kita siapkan, kalau memang nanti bisa dilaksanakan atau melihat kondisi yang aktual dari ekonomi dan masyarakat kita,” kata Askolani saat ditemui di kantornya beberapa awal bulan ini, dikutip Senin (18/12/2023).
Askolani menjelaskan, penerapan cukai selalu didasari pada banyak hal, mulai dari aspek kesehatan dan lingkungan hidup, serta iklim industri maupun daya beli masyarakat. Maka, dalam penerapan BKC baru itu kata dia akan selalu memperhatikan aspek-aspek tersebut.
“Ini sudah kita persiapkan untuk planningnya tapi tentunya kalau mau kita laksanakan kita harus melihat kondisi ekonomi secara komprehensif,” tegas Askolani.
“Seperti cukai hasil tembakau aspek kita bukan hanya semata-mata kesehatan, kita juga pertimbangkan industrinya yang cukup banyak, tenaga kerjanya, petani, tapi pengawasan juga kita pertimbangkan, jadi satu rangkaian pengendalian barang-barang yang berdampak kesehatan dan lingkungan,” tuturnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH