Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas tengah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Di dalamnya pun termuat berbagai kerangka ekonomi makro beserta faktor risiko yang telah dipetakan pemerintah.
Direktur Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Bappenas, Eka Chandra Buana mengatakan, dari sisi risiko ekonomi global dalam lima tahun mendatang yang telah dipetakan Bappenas, setidaknya ada sembilan risiko global yang berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi, termasuk di domestik.
Di antaranya dari yang risiko tinggi sampai terendah, yakni risiko kegagalan climate action, cuaca ekstrem seiring perubahan iklim, deglobalisasi, krisis lapangan kerja, krisis utang, konfrontasi geoekonomi, risiko kegagalan cybersecurity, biodiversity loss, hingga asset bubble burst atau peningkatan harga aset secara cepat.
“Kami melihat ada terkait kegagalan climate action, cuaca ekstrem, adanya krisis lapangan pekerjaan, pangan dan sebagainya,” kata Chandra dalam agenda Konsultasi Publik 2023 dalam Rangka Penyusunan RPJMN 2025-2029 dan RKP 2025, Kamis (28/12/2023).
Selain faktor risiko itu, Chandra juga mengungkapkan, terdapat berbagai isu jangka menegah yang harus diantisipasi pemerintah mendatang, mulai dari dampak hilirisasi yang mulai terasa bagi perekonomian, serta aging population atau menuanya populasi di negara-negara maju hingga usia produktif di negara maju turun.
Selain itu, juga terkait dengan penerapan standar keberlanjutan atau sustainability yang tinggi di level global memaksa produk Indonesia harus makin berorientasi ramah lingkungan supaya bisa bersaing di tingkat global, serta tantangan transisi energi.
“Tantangan transisi energi kita melihat bahwa ini cukup berat karena kalau kita lihat net zero emission 2060 sementara 70% listrik kita dari batu bara dan satu lagi terkait over supply di wilayah Jawa,” ucap Chandra.
Yang tak kalah penting, Chandra menekankan, isu pembangunan jangka panjang adanya masalah dari produktivitas ekonomi domestik. Tercermin dari total factor productivity (TFP) Indonesia yang tertinggal jauh dari negara Asia lainnya, dan trennya terus menurun sejak 1998 ke arah 0,30.
Padahal, negara Asia lain seperti China, India, baru merosot ke level 1,30 pada 2018, bersamaan dengan Jepang, dan Thailand. Sedangkan Vietnam, Turki, dan Korea Selatan masih konsisten naik TFP hingga 2020 ke arah 1,30.
Terus merosotnya TFP Indonesia menurut Bappenas disebabkan berbagai hal, seperti porsi anggaran riset dan pengembangan atau R&D Indonesia hanya 0,24% per PDB, sedangkan negara maju sampai 4%. Indonesia pun masih di peringkat 61 dalam Global Innovation Index 2023 di bawah Thailand peringkat 43, Vietnam 46, dan Malaysia 36, serta jumlah paten yang hanya 84.540 pada 2022 jauh di bawah China 4,21 juta.
“Kalau kita lihat TFP dibanding negara kawasan terendah ini salah satu PR kita apalagi kalau kita lihat pertumbuhannya dibanding 1998 masih negatif,” tutur Chandra.
Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi itu, maka RPJMN 2024-2029 menurutnya menjadi penting untuk membangun fondasi transformasi di Indonesia. Maka kerangka ekonomi makro yang didesain untuk mengakomodir permasalahan itu, seperti pertumbuhan ekonomi yang ditarget sekitar 5,6%-6,1%.
“Kami susun growthnya 5,6-6,1%, ini kita sudah perhitungkan bagaimana meningkatkan produktivitas kita. Dalam growth model kita targetkan 5 tahun ke depan 50% peningkatan produktivitas di dalamnya ada capital dan labor di situ,” ucap Chandra.
Untuk mencapai target itu, ia mengatakan, kunci yang telah didesain Bappenas ialah investasi langsung atau foreign direct investment yang masuk ke Indonesia harus berorientasi ekspor, skema insentif yang tepat, belanja R&D yang meningkat, belanja SDM meningkat, serta iklim usaha yang kondusif dengan transformasi tata kelola, kelembagaan, dan regulasi.
Melalui strategi itu, ia menganggap, pertumbuhan dari sisi lapangan usaha akan didominasi oleh perbaikan di sektor pertanian dengan modernisasi pertanian yang pertumbuhannya 3,5-4%. Lalu hilirisasi di sektor manufaktur dengan pertumbuhan 5,8-7,5%, dan akomodasi, makanan, serta minuman tumbuh 6,9-7,5%.
Dari sisi sumber pertumbuhan pengeluaran, targetnya untuk konsumsi rumah tangga masih tumbuh 5,4-5,6% pada 2024-2029, lalu konsumsi pemerintah 5-5,7%, ekspor 7,2-7,9%, dan investasi 7,2-7,9%.
“Tidak bisa dipungkiri konsumsi kita 58% masih jadi tetap penopang utama pertumbuhan tapi kita juga harus tetap meningkatkan investasi,” ungkap Chandra.
Dengan laju pertumbuhan ekonomi lima tahun mendatang itu, Bappenas juga menargetkan rasio pajak terhadap PDB akan naik menjadi 14% dari yang saat ini di level kisaran 10%. Lalu nilai ICOR turun menjadi 5% dari di atas 6% saat ini.
Sumber : CNBC Indonesia