Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan ketentuan baru yang memungkinkan para wajib pajak bisa mendapatkan pengurangan pajak bumi dan bangunan atau PBB.
Ketentuan itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129 Tahun 2023 tentang Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan. PMK ini berlaku setelah 30 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 30 November 2023.
“Menteri dapat memberikan Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan kepada subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak sehingga menjadi wajib pajak menurut Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan,” dikutip dari Pasal 2 ayat 1 PMK 129/2023, Kamis (14/12/2023).
Menteri keuangan melimpahkan kewenangan pemberian pengurangan PBB dalam bentuk delegasi kepada Direktur Jenderal Pajak, dan pengurangan PBB itu diberikan berdasarkan permohonan wajib pajak atau secara jabatan.
Pengurangan PBB berdasarkan permohonan wajib pajak dapat diberikan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, dan/ atau dimanfaatkan oleh wajib pajak meliputi Objek Pajak sektor perkebunan; sektor perhutanan pada hutan alam, selain areal produktif; dan hutan tanaman; sektor pertambangan minyak dan gas bumi, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi.
Lalu ada sektor pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, selain tubuh bumi eksploitasi yang mempunyai hasil produksi; sektor pertambangan mineral atau batubara, selain tubuh bumi operasi produksi yang mempunyai hasil produksi; dan sektor lainnya, selain perikanan tangkap dan pembudidayaan ikan yang terdapat hasil produksi.
“Wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu wajib pajak yang mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas selama 2 (dua) tahun berturut-turut,” tertulis dalam PMK ini.
Pengurangan PBB diberikan kepada wajib pajak atas PBB yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang; atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, berupa jumlah atau selisih Pajak Bumi dan Bangunan terutang, ditambah dengan denda administratif.
Pengurangan PBB dapat diberikan paling tinggi 75% dari PBB atau paling tinggi 100% dari PBB yang belum dilunasi oleh wajib pajak.
Adapun ketentuan untuk mendapat pengurangan PBB atas permohonan di antaranya seperti tidak mengajukan keberatan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak PBB, hingga wajib pajak tidak sedang mengajukan pembetulan atas Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau Surat Ketetapan Pajak PBB.
Syaratnya di antaranya ialah diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan besarnya persentase PBB yang dimohonkan dengan disertai alasan permohonan, hingga surat pernyataan wajib pajak bahwa Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
Untuk pengurangan yang didasarkan secara jabatan, diberikan kepada wajib pajak dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam. Bencana alam itu harus mendapatkan penetapan status bencana alam oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
“Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dapat diberikan paling tinggi 100% (seratus persen) dari Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang belum dilunasi oleh wajib pajak,” sebagaimana tertera dalam Pasal 16 ayat 4 PMK 129/2023.
Sumber : CNBC Indonesia