Pemerintah dalam waktu dekat akan menerapkan tarif baru untuk 4 jenis barang kiriman impor, yaitu sepeda; kosmetik; jam tangan; serta besi dan besi baja. Tarif baru itu akan berlaku seiring dengan penerapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 pada 17 Oktober mendatang.
Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan 4 komoditas tersebut akan dikenakan tarif Most Favoured Nations (MFN). “Dengan adanya PMK 96 ini, akan ada 4 komoditas yang dilakukan penambahan dan dikenakan tarif MFN,” kata Donny dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Donny menjelaskan sebelumnya, tarif masuk untuk barang kiriman 4 komoditas tersebut adalah flat 7,5%. Namun, dengan berlakunya tarif MFN maka bea masuk untuk komoditas itu disesuaikan. Komoditas sepeda misalnya akan dikenakan tarif 25-40%; jam tangan 10%; kosmetik 10-15%; serta besi dan baja dengan tarif 0-20%.
Donny menjelaskan bahwa penerapan tarif baru itu merupakan upaya pemerintah dalam menjaga industri dalam negeri. Dia mengatakan impor 4 komoditas tersebut dalam waktu belakangan ini semakin melonjak. “Inilah yang akhirnya berdampak pada pertumbuhan industri dalam negeri,” kata dia.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai bea masuk memang bisa menjadi instrumen untuk mengatur serbuan barang impor ke Indonesia. Ketika bea masuk ditinggikan, maka otomatis akan membantu barang serupa di dalam negeri untuk bersaing di pasar dalam negeri.
“Jadi kalau orang mau belanja barang yang sama, mungkin akan memilih barang yang domestik karena tidak ada bea masuknya,” kata dia.
Dia menjelaskan dengan adanya penerapan tarif baru untuk 4 komoditas tersebut, maka perhitungan bea masuk barang kiriman untuk komoditas itu akan berubah dari yang tadinya 7,5%.
Dia mengumpamakan sebuah barang kiriman impor dengan harga Rp 1.000 dan bea masuk 20%. Dengan demikian, bea masuk untuk barang tersebut adalah Rp 200. Sehingga total nilai impor untuk barang tersebut adalah Rp 1.200. Selanjutnya, total nilai impor itu harus dihitung kembali dengan adanya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11% dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas impor sebesar 2,5%. “Begitu cara menghitungnya,” kata dia.
Sumber : CNBC Indonesia