Kementerian Keuangan memastikan penerapan kebijakan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) telah memperhatikan rekomendasi dari Bank Dunia. Termasuk rekomendasi terakhir penghapusan pembebasan PPN untuk barang dan jasa tertentu.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menegaskan, pembahasan terkait itu telah juga terjadi saat merancang Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Beleid itu kini telah berlaku.
“Waktu bahas UU HPP itu sudah terjadi dinamika pembahasannya. Ada dinamika-dinamikanya juga apakah berbagai barang dan jasa ini kita bebaskan atau tidak, termasuk yang rekomendasi World Bank,” kata Yon di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Kamis (11/5/2023).
Namun, pemerintah sepakat ada beberapa barang dan jasa yang terkait dengan sektor pendidikan hingga kesehatan, maupun sembako, dikecualikan dari pengenaan PPN, sebab, dalam praktiknya negara-negara lain juga melakukan hal serupa.
“Yang sifatnya kebutuhan basic tetap saja tidak kena PPN di negara lain, artinya ada pertimbangan-pertimbangan lain seperti yang disampaikan Bu Menteri ini tidak semata masalah teknokratik, tapi ada unsur-unsur, pertimbangan lain, keberpihakan dan kondisi riil,” ucapnya.
Bank Dunia atau World Bank merekomendasikan terhadap pemerintah Indonesia untuk menghapus pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk dapat menghasilkan tambahan penerimaan pemerintah.
Mereka berpendapat, cara cepat untuk meningkatkan penerimaan PPN bagi pemerintah adalah dengan menghilangkan pengecualian dan tarif pilihan atas pajak untuk berbagai barang dan jasa.
Bank Dunia mencatat, sepertiga dari potensi penerimaan PPN, atau sebesar 0,7% dari produk domestik bruto (PDB) di Indonesia hilang melalui struktur pembebasan PPN saat ini. Padahal, hal ini mereka anggap cukup untuk mendanai seluruh anggaran bantuan sosial yang diperluas pada 2019.
Dalam UU HPP, Pasal 4A menjabarkan jenis barang yang tidak dikenai PPN, yaitu makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya. Demikian juga uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.
Selain itu juga jasa kesenian dan hiburan karena sudah menjadi objek pajak daerah dan retribusi daerah, jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, jasa boga atau katering, hingga barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.
Sumber : CNBC Indonesia