Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah pimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati diketahui, telah melakukan penindakan hukum kepada enam pengemplang pajak.
Adapun keenam penindakan hukum tersebut diketahui terjadi sejak 18 Januari hingga 16 Februari 2023. Pelaku yang ditindak hukum adalah mulai dari buronan yang berhasil ditangkap, hingga pelaku yang masih dilakukan proses penyanderaan.
Penindakan hukum pidana pajak, diatur lewat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Serta UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan, undang-undang perpajakan mengenal prinsip ultimum remedium. Artinya pidana adalah alternatif terakhir sebagai penguat, agar tercipta efek jera dan efek gentar yang mendorong kepatuhan pajak.
Prioritasnya, kata Yustinus tetap pada pemulihan kerugian pada keuangan negara, maka penyelesaian administratif mulai dari himbauan, pembetulan SPT, hingga pemeriksaan pajak diutamakan.
“Namun tak semuanya dapat diselesaikan secara administratif. Ada juga wajib pajak yang dengan sengaja melakukan tindak pidana perpajakan dan tidak kooperatif. Maka alternatifnya ya penegakan hukum,” jelas Yustinus kepada CNBC Indonesia, Senin (20/2/2023).
Yustinus menekankan, bahwa penegakan hukum pajak prosedurnya sudah jelas seperti yang diamanatkan di dalam undang-undang dan aturan pelaksanaan.
Bahkan, telah diperkuat dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan putusan pengadilan.
Di mana di dalam SEMA berbunyi bahwa setiap orang dalam UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dimaknai sebagai orang pribadi dan korporasi.
Selain itu juga di dalam SEMA disebutkan, tindak pidana di bidang perpajakan dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada orang pribadi dan korporasi.
Korporasi selain dijatuhkan pidana denda dapat dijatuhkan pidana tambahan lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Yustinus menekankan, bahwa penegakan hukum pajak prosedurnya sudah jelas seperti yang diamanatkan di dalam undang-undang dan aturan pelaksanaan.
Bahkan, telah diperkuat dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan putusan pengadilan.
Di mana di dalam SEMA berbunyi bahwa setiap orang dalam UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dimaknai sebagai orang pribadi dan korporasi.
Selain itu juga di dalam SEMA disebutkan, tindak pidana di bidang perpajakan dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada orang pribadi dan korporasi.
Korporasi selain dijatuhkan pidana denda dapat dijatuhkan pidana tambahan lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sumber : CNBC Indonesia