Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyampaikan sejumlah poin terkait rencana pengampunan pajak atau Tax Amnesty II yang rencanannya digelar 2021 atau 2022. Rencana tersebut tertuang dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang sekarang sedang dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja) di DPR.
“Jadi di sini ada semacam program yang diintroduksi melalui RUU KUP ini, yaitu program peningkatan kepatuhan wajib pajak,” kata Suryo dalam rapat Panja RUU KUP di Gedung DPR, Senin, 5 Juli 2021.
Sebelumnya, rencana ini menuai kontroversi karena tiba-tiba muncul dalam pembahasan RUU KUP. Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyampaikan pandangan pada pertengahan Juni 2021 ini sebenarnya adalah program peningkatan kepatuhan sukarela, bukan Tax Amnesty seperti 2016.
Lebih lanjut, Suryo kemudian mengatakan kepada DPR bahwa salah satu latar belakang dalam program ini adalah karena masih terdapat peserta Tax Amnesty pada 2016 yang belum mendeklarasikan seluruh aset mereka. “Jadi masih ada yang tertinggal,” kata dia.
Selanjutnya, Suryo menyampaikan dua usulan kebijakan terkait program ini. “Jadi modelnya, model pengungkapan aset,” kata dia.
Kebijakan I (pasal baru 37B sampai 37D)
Ini berlaku untuk wajib pajak yang belum mendeklarasikan aset per 31 Desember 2015 pada saat Tax Amnesty 2016.
“Jadi ada kesempatan mungkin dalam window tertentu yang sangat kami harapkan mungkin setengah tahun dalam satu periode 2022 atau dari 2021 ini, dengan cara mengungkapkan aset yang belum terdeklarasikan tadi,” kata Suryo.
Opsi pertama, aset tersebut akan dikenakan PPh final 15 persen dari nilainya. Opsi kedua, PPh final 12,5 persen jika diinvestasikan dalam SBN yang ditentukan pemerintah.
Sumber : TEMPO.CO